parpol

parpol

garansi

Menang Pemilu Tidak Harus Mahal...Kuncinya: Kenali diri, kenali lawan maka kemenangan sudah pasti di tangan,..Kenali medan pertempuran,kenali iklim maka kemenangan jadi sempurna...Garansi:Menang Bayar, kalah Tidak Usah Bayar....

Sabtu, 18 Juni 2011

Pilkada Kab.Tebo : Jangan Korbankan Uang Rakyat Untuk Pilkada Ulang Ketiga


Pada tanggal 10 Maret 2011 telah dilaksanakan Pilkada di kabupten Tebo. Pada Pilkada tersebut diikuti oleh tiga pasangan calon yaitu 1. Sukandar-Hamdi, 2. Ridham Priskap-Eko Putra 3.Yopi Muthalib-Sapto Edy. Hasil Pilkada ini dimenangkan oleh pasangan Yopi-Sapto. Berikut rincian hasil perolehan suara masing-masing pasangan calon.

1.      Yopi-Sapto            : 77.157 suara
2.      Suka-Hamdi          : 74.436 suara
3.      Ridham-Eko          : 12.982 suara.

Namun hasil Pilkada tersebut tidak diterima oleh pasangan Sukandar-Hamdi. Pasangan ini kemudian mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Atas gugatan tersebut, MK kemudian memutuskan Pilkada Tebo harus diulang. Keputasan MK Nomor 33/PHPU.D-IX/2011 menyatakan telah terjadi kecurangan secara sistematis dan masif pada Pilkada Tebo. 

Pilkada Putaran Kedua pun ahirnya dilaksanakan oleh KPUD Tebo pada tanggal 5 Juni 2011. Pada Pilkada ini juga tetap diikuti oleh ketiga pasangan calon seperti pada pilkada sebelumnya, yaitu pasangan calon yaitu 1. Sukandar-Hamdi, 2. Ridham Priskap-Eko Putra 3.Yopi Muthalib-Sapto Edy. Namun hasil Pilkada Putaran Kedua ini hasilnya berbeda dengan hasil Pilkada Putaran Pertaman. Pada Pilkada Putaran kedua ini dimenangkan oleh pasangan Sukandar-Hamdi. Berikut rincian perolehan suara masing-masing pasangan calon.
1.      Suka-Hamdi          : 78.754 suara
2.      Yopi-Sapto            : 72.656 suara
3.      Ridham-Eko          : 5.836 suara

Dengan demikian selisih suara antara pasangan Sukandar-Hamdi dengan pasangan Yopi-Sapto sebanyak 6.098 suara atau 3,84 persen.

Hasil Pilkada Putaran Kedua tersebut juga kembali digugat. Kini gantian pasangan Yopi-Sapto yang mengajukan gugatan ke MK. Menurut pasangan Yopi-Sapto, Pilkada Putaran Kedua telah terjadi banyak kecurangan yang dilakukan oleh pasangan Suka-Hamdi. Pasangan Yopi-Sapto meminta Pilkada diulang kembali. Bila MK mengabulkan gugatan pasangan Yopi-Sapto ini maka akan terjadi Pilkada Putaran Ketiga di Tebo. 

Pengajuan gugatan ke MK adalah hak konstitusional pasangan calon yang merasa dicurangi dalam proses pilkada. Pasangan Yopi-Sapto juga memiliki hak konstitusional untuk melakukan gugatan ke MK. Perundangan di Indonesia saat ini juga tidak membatasi berapa kali pengaduan boleh disampaikan ke MK. Perundangan juga tidak membatasi beberapa kali Pilkada bisa diulang. Tetapi berdasarkan catatan yang ada, belum ada Pilkada di Indonesia yang diulang hingga tiga kali.

Namun yang menjadi persoalan, siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan seandainya pilkada Tebo diulang untuk yang ketiga kali?

Seandainya Pilkada diulang untuk yang ketiga, tentunya KPUD harus mengeluarkan dana lagi. Dana ini bukan berasal dari para calon. Mereka tidak dibebani biaya penyelenggaraan Pilkada sama sekali. Dana ini sesungguhnya adalah uang masyarakat tebo yang diambil dari dana anggaran pembangunan. Dana yang seharusnya digunakan untuk berbagai kepentingan pembangunan masyarakat Tebo, seperti untuk anggaran biaya pendidikan, kesehatan dan lainya. Perlu diketahui bahwa pada Pilkada Tebo Putaran Pertama menelan biaya sebesar kurang lebih Rp. 12 Milyar. Pada Pilkada Tebo Putaran Kedua menelan biaya sebesar Rp. 3,6 Milyar.

Oleh sebab itu, bila Pilkada Tebo diulang untuk yang ketiga maka yang akan rugi adalah masyarakat Tebo sendiri. Pilkada adalah proses demokrasi yang penting. Namun jangan sampai Pilkada yang bertujuan menyejahteraan masyarakat justru malah merugikan masyarakat. Disini sangat dibutuhkan kearifan elit lokal. Pengabdian kepada masyarakat tidak harus menjadi pemegang kekuasaan (bupati/walikota/gubernur). Pengabdian di masyarakat bisa dilakukan di berbagai bidang. Salah-satunya adalah menjadi pihak yang mengontrol jalanya pemerintahan di Tebo. Kandidat yang kalah bisa menjadi semacam oposisi yang memastikan pemerintahan di kabupaten Tebo berjalan dengan baik, bebas dari KKN.

Catatan:
LKPI pernah menjadi konsultan politik pasangan Yopi-Sapto. Namun konsultasi politik ini hanya berlangsung hingga Pilkada Putaran Pertama. Pada Pilkada Tebo Putaran Kedua, LKPI sudah tidak lagi menjadi konsultan politik pasangan Yopi-Sapto.

Sabtu, 04 Juni 2011

Mengapa Incumbent (petahana) Banyak Menang Pilkada

Sejak pertama Pilkada digulirkan pada tahun 2005, hingga kini sudah ribuan Pilkada telah dilaksanakan di Indonesia. Dari data yang ada, Pilkada banyak dimenangkan oleh pihak incumbent. Bila dipersentasekan kira-kira mencapai 85% Pilkada dimenangkan oleh incumbent.

Pertanyaannya, mengapa Pilkada banyak dimenangkan oleh incumbent?.Ada beberapa faktor mengapa incumbent lebih mudah untuk memenangkan Pilkada di Indonesia.


Pertama, incumbent mengusai akses ekonomi. Dengan kedudukanya sebagai bupati atau walikota atau gubernur yang sedang menjabat, seorang kandidat menjadi punya kesempatan yang lebih besar untuk mengusai akses ekonomi dibanding kadidat lain. Kemudahan akses ekonomi ini tentunya memudahkan seorang kandidat untuk mendapatkan dana untuk pembiayaan kampanyenya. Sering kali, incumbent justru yang kewalahan dengan para pihak yang datang menawarkan dana pilkada. Dengan dana yang melimpah ini, pihak incumbent bisa melakukan banyak hal. Dalam Pilkada, dana memang bukan segalanya tetapi sangat penting keberadaanya.

Kedua, incumbent mengusai akses sosial. Penguasaan terhadap akses sosial ini sangat penting karena akan mendongkrak tingkat popularitas dan elektabilitas kandidat. Sejak hari pertama incumbent dilantik, ia akan memiliki akses untuk bertemu dan berkunjung ke masyarakat. Tentunya dengan menggunakan fasilitasnya sebagai incumbent. Incumbent bisa menghadiri acara atau menciptakan acara untuk bisa selalu bertemu dengan warga. Sudah menjadi rahasis umum bahwa incumbent selalu menggunakan dana BANTUAN SOSIAL untuk memupuk modal sosial ini.

Ketiga, incumbent mengusai akses politik. Bila seseorang sudah menjabat sebagai bupati, walikota atau gubernur, rasanya tidak akan susah untuk menguasi kursi pimpinan partai politik. Bahkan partai politik justru berebut untuk menempatkan incumbent sebagai ketua partai. Demikian juga pada saat pencalonan Pilkada, incumbent tidak akan repot mencari partai. Justru partai politik yang datang berbondong-bondong untuk menjadi meniadi partai pengusung. Dengan kemudahan akses politik ini, incumbent tentunya bisa memilih mesin partai politik mana yang memiliki dukungan luas di daerahnya.

Dengan segala kemudahana yang dimiliki incumbent tersebut, maka tidak heran bila sangat sedikit incumbent yang kalah dalam Pilkada. Hanya incumbent yang "keterlaluan" yang kalah dalam Pilkada.

---Dendi Susianto---

Jumat, 06 Mei 2011

Cara Memenangkan Pilkada (Pengantar)

Pengantar
Tujuh Langkah Memenangkan Pilkada

Tulisan ini adalah sinopsis dari buku "Tujuh Langkah Memenangkan Pilkada". Saat ini buku ini belum diterbitkan dan masih dalam penulisan akhir. Beberapa bab dalam buku ini belum bisa ditampilkan disini. LKPI berencana menerbitkan tulisan ini karena cukup banyak permintaan dari berbagai pihak. Semoga tulisan ini bisa segera diterbitkan dalam bentuk buku.


Tulisan ini berasal dari "catatan harian" para konsultan politik. Tulisan ini diambil dari pengalaman para konsultan di lapangan. Berbeda dengan beberapa tulisan yang ditulis oleh pengamat politik yang ditulis dari belakang meja, tulisan ini berangkat dari permasalahan yang ada di lapangan.

Langkah Pertama adalah Melakukan Pemetaaan Politik.
Pemetaan politik adalah melakukan analisis terhadap kekuatan dan kelemahan diri dan lawan, kondisi "medan pertempuran, "iklim" medan pertempuran dan media komunikasi. Ibarat seorang yang akan melakukan perjalanan, peta politik ini bisa menjadi panduan untuk mencapai tujuan dengan efektif dan efisien. Banyak kandidat telah sadar akan pentingnya pemetaan politik. Namun sayang, kebanyakan mereka menggunakan asumsi dalam melakukan pemetaan ini. Pemetaan politik yang paling akurat adalah dengan melakukan survei. Dengan melakukan survei, kandidat dapat mengumpulkan berbagai informasi sangat penting dan akurat. 

Langkah Kedua adalah Membuat Target Suara.
Untuk memenangkan Pilkada kadang tidak perlu harus menang 80% suara, tapi cukup dengan 40% suara saja. Karena tidak ada bedanya antara menang Pilkada dengan 90% suara dengan 31% suara. Biasanya kandidat dan tim sukses hanya berhenti disini. Mereka hanya bilang pokoknya kita harus menang 75%. Bagaimana caranya? dari mana suara sebesar itu dan bagimana caranya tidak dijelaskan secara detail. Menentukan target ini bukan dilakukan secara sembarangan. Selama ini tim sukses dan kandidat dalam menentukan target suara dengan mematok target setinggi-tingginya tanpa ada dasar rasional yang kuat. Dan parahnya, tidak dijelaskan secara rinci bagaimana cara meraih target tersebut. Membuat target disini, artinya kita menentukan target suara kemenangan dengan berdasarkan analisis kondisi yang ada, seperti kondisi modal sosial, politik dan finansial kandidat. Jangan sampai karena target suaranya terlalu besar tapi tidak mempertimbangkan kondisi finansial yang ada, kandidat kehabisan dana di tengah jalan. Membuat target suara disini juga akan memperinci target pencapaian suara per wilayah. Mungkin di wilayah A kita hanya menargetkan suara 10%, tapi di wilayah B kita mentargetkan suara 80%.

Langkah Ketiga adalah Mendesain dan Membangun Mesin Suara
Bila target suara sudah ditentukan, langkah selanjutnya adalah menjelaskan bagaimana cara kita mencapai target suara tersebut. Untuk bisa mencapai target suara tersebut, kandidat harus memiliki mesin suara yang akan memobilisasi suara. Bagiamana struktur dan sistem tim sukses yang efektif akan dibahas disini. Disini akan dijelaskan dua mesin suara yang harus dipahami oleh kandidat dan tim sukses yaitu Mesin Jaringan dan Mesin Pencitraan. Dalam pilkada kabupaten/kota, porsi mesin jaringan  sangat dominan, kira-kira mencapai 75% porsinya. Bila di pilkada propinsi, porsi mesin jaringan mencapai 50% dan mesin pencitraan 50%. Sedangkan untuk pilpres, porsi mesin pencitraan lebih dominan mencapai 75% dan mesin jaringan hanya 25%. Mesin jaringan yang sudah tersedia biasanya adalah jaringan partai politik. Namun konyol bila kandidat hanya mengandalkan jaringan partai saja. Kandidat hanya membuat jaringan di luar jaringan partai. Semakin banyak jaringan yang dibuat akan semakin besar kekuatan mobilisasinya. Hanya konsekuensinya adalah semakin membengkakan biaya. Disini lah seninya, bagaimana dengan dana terbatas, kandidat bisa membuat mesin suara yang cukup untuk memenangkan pilkada. Ibarat kita berkendaraan di jalan raya di Jakarta, mobil dengan cc besar mungkin bisa mengangkut penumpang yang banyak, tp mobil besar boros bahan bakar dan tidak lincah bergerak dalam kemacetan. Sementara mobil dengan cc kecil mungkin tidak bisa menampung penumpang yang terlalu banyak, tapi bisa berjalan cepat menembus kemacetan. Begitulah analoginya.


Langkah Keempat adalah Meng Up-grade Mesin Suara
Mesin jaringan yang paling efektif digunakan oleh kandidat adalah jaringan yang sudah eksis sebelumnya di masyarakat. Jaringan yang sudah eksis di masyarakat biasanya sudah memiliki jaringan yang luas dan mekanisme organisasi sudah berjalan. Namun bila kandidat tidak menemukan jaringan yang sudah eksis maka kandidat harus membuat atau menciptakanya. Persoalanya, jaringan yang sudah terbentuk harus dibekali kemampuan untuk "menjual". Jaringan ini adalah ibarat para sales yang menjual produk. Mereka harus kita beri target secara pasti berapa banyak mereka harus bisa menjual produk kita. Mereka juga kita bekali dengan "ilmu" bagiamana cara menjual produk. Bila sebelumnya mereka hanya mampu menjual produk kepada 1 orang, dengan kita lakukan pelatihan komunikasi politik mereka akan bisa menjual kepada 10 orang misalnya. Jaringan juga mesti kita rawat agar tidak dibajak oleh kandidat lain.

Langkah Kelima adalah Menjalankan Program
Bila mesin jaringan kita sudah siap, kita tinggal memberikan amunisi untuk mereka maju ke medan laga. Mereka menjalankan berbagai program yang telah kita rancang. Pada prinsipnya ada dua program yang harus dilakukan oleh kandidat atau tim sukses, yaitu program internal dan eksternal. Program internal menyangkut berbagai program yang ditujukan untuk meningkatkan tingkat elektabilitas kandidat. Program ekternal menyangkut berbagai program yang ditujukan kepada pesaing. Perlu diketahui bahwa seorang kandidat kadang menang pilkada bukan karena dia meraih dukungan yang besar dari pemilih..tetapi karena tidak ada kandidat lain yang suaranya lebih besar dari kandidat yang satu. Artinya, kandidat A menang pilkada dengan suara hanya 31% suara karena kandidat lain suaranya hanya mencapai 25%.

Langkah Keenam adalah Evaluasi dan Monitoring
Bila semua sistem sudah berjalan, kandidat sebenarnya tinggal duduk manis. Dengan sudah terbangun sistem ini, akan terlihat elemen mana yang tidak berjalan atau tidak berjalan secara efektif. Bila ada mesin suara yang tidak berjalan, kandidat harus melakukan evaluasi, mencari jawaban mengapa mesin tidak berjalan dan mencarikan solusinya. Ada beberapa metode evaluasi dan monitoring yang bisa dilakukan oleh kandidat. Dalam bab ini akan dijelaskan secara rinci soal evaluasi dan monitoring.

Langkah Ketujuh adalah Menjaga Kemenangan
Ini adalah program yang harus dijalankan pada masa-masa krusial yaitu masa-masa menjelang pemungutan suara. Banyak hal yang harus dilakukan pada masa-masa ini. Banyak kandidat inginnya langsung potong kompas menjalankan program ini karena menyakini kunci kemenangan pada apa yang dilakukan pada masa ini. Pada masa ini ada program yang tidak nampak di permukaan dan ada yang nampak di permukaan. Beberapa program yang nampak dipermukaan adalah program pembekalan saksi dan program quick count. Bab ini akan menjelaskan secara detail program-program apa saja yang biasa dilakukan pada masa-masa ini.

Demikian ringkasan dari tujuh langkah yang harus dilakukan untuk memenangkan pilkada. Dalam tulisan kami berikan kasus-kasus di lapangan. Namun begitu, kami tidak akan menyebut secara jelas nama dan lokasi tempat kejadian.

Terima kasih.
Dendi Susianto