parpol

parpol

garansi

Menang Pemilu Tidak Harus Mahal...Kuncinya: Kenali diri, kenali lawan maka kemenangan sudah pasti di tangan,..Kenali medan pertempuran,kenali iklim maka kemenangan jadi sempurna...Garansi:Menang Bayar, kalah Tidak Usah Bayar....

Jumat, 02 Desember 2011

Tiga Fase Penting Bagi Kandidat Pilkada


Salah satu hal penting  yang perlu dipahami oleh kandidat adalah tentang fase-fase penting dalam memenangkan Pilkda.

Fase Pertama adalah Fase Peningkatan Modal Sosial. Fase ini dikenal juga dengan fase sosialisasi. Fase ini adalah fase dimana kandidat benar-benar terjun ke masyarakat. Kandidat banyak melakukan sosialisasi di masyarakat. Kandidat melakukan kerja-kerja sosial. Jangan pernah berpikir bahwa modal sosial ini bisa diciptakan secara instant. Semakin lama fase ini dilalui oleh kandidat akan semakin kuat akar sosial kandidat di masyarakat. Semakin kuat modal sosial akan memperluas jaringan sosial kandidat di masyarakat. Besarnya modal sosial yang dipupuk oleh kandidat akan dapat menekan biaya finansial yang harus dikeluarkan oleh kandidat. Bahka pada tahap tertentu, justru pemilih yang akan secara suka rela mengeluarkan dana dan tenaga untuk mendukung kandidat.

Fase Kedua adalah Fase Meraih Dukungan Politik. Fase ini fase dimana kandidat berhasil mendapat dukungan dari partai politik. Kandidat memperoleh tiket pencalonan di KPU. Pada fase ini yang dibutuhkan adalah loby politik dan kekuatan finansial. Kedekatan dengan elit politik menjadi faktor penting. Hal ini penting untuk meyakinkan elit partai bahwa kandidat tersebut adalah orang yang punya potensi besar untuk memenangkan Pilkada. Kandidat juga harus menyakinkan elit partai bahwa kemenangan kandidat tersebut akan menguntungkan partai untuk kurun 5 tahun kedepan. Selain itu, sudah menjadi rahasia umum, untuk mendapatkan tiket partai, kandidat juga harus mengeluarkan dana yang tidak sedikit. Suka tidak suka ini lah konsekuensi dari sistem demokrasi liberal yang kita anut.

Fase Ketiga adalah Fase Memobilisasi Dukungan Pemilih. Ini adalah fase atau babak final dari pertandingan Pilkada. Disini kandidat dituntut untuk bagaimana menggerakan mesin mobilisasi (jaringan sosial) dan mesin pencitraan (media komunikasi). Pengalaman dan strategi politik sangat diperlukan pada fase ini. Bila dipandang perlu, konsultan politik bisa diminta bantuanya untuk mendampingi.

Sabtu, 05 November 2011

Survei Pesanan atau Bukan

Beberapa hari lalu beberapa lembaga (Sugeng Saryadi Syndicate, LSI dan Reform institut) secara berturut-turut mempublikasikan hasil survei terakhir mereka tentang pendapat masyarakat terhadap tokoh politik dan partai politik.
Publikasi tersebut banyak menimbulkan pertanyaan di masyarakat. Hal ini disebabkan hasil survei dari tiga lembaga tersebut berbeda-beda. Padahal ketiga lembaga survei melakukan survei masih dalam rentang waktu yang tidak berbeda. Selain itu, hasil survei dari tiga lembaga tersebut dinilai sangat menggiring opini untuk mendukung pihak atau tokoh tertentu.
Adanya fenomena tersebut, masyarakat jadi bertanya-tanya, apakah hasil survei tersebut merupakan hasil survei PESANAN atau memang murni hasil survei?
Untuk menjawab hal ini,  beberapa waktu lalu wartawan RCTI meminta pendapat saya soal pertanyaan tersebut.
Untuk menjawab pertanyaa tersebut, kita bisa menilai suatu survei dari dua hal. Pertama, soal siapa sponshor dari survei tersebut. Kedua, soal metodologi surveinya.
Selama ini, sebagian pihak sering melihat survei hanya dari sisi siapa sponshor. Mereka berpendapat bahwa survei yang dibiayai oleh pihak tertentu pasti hasilnya akan mendukung pihak sponshor. Pendapat ini tidak sepenuhnya benar. Sebab, survei yang dilakukan dengan metodologi yang benar hasilnya tetap akan sama walaupun disponsori oleh pihak manapun. Survei yang benar adalah seperti sebuah cermin atau potret. Dia akan mengungkapkan apa adanya.
Sebaliknya, bila survei dilakukan dengan metode yang  salah walaupun disponshori oleh dana publik maka hasilnya juga salah (cenderung mendukung tokoh atau pihak tertentu).Sebab bagi pihak seperti kami adalah hal yang biasa melakukan survei atas pesanan atau permintaan dari pihak tertentu (kandidat, partai atau swasta lainya). Walaupun kami diminta oleh pihak kandidat, kami selalu melakukan survei dengan kaidah ilmiah yang ketat. Sebab, kami harus memberikan hasil survei yang sebenar-benarnya:putih dikatakan putih,hitam dikatakan hitam.
Dengan landasan berpikir seperti diatas maka bila suatu survei dengan metodologi yang benar dan dilakukan dalam kurun waktu yang sama maka seharusnya hasilnya tidak berbeda alias sama. Oleh sebab itu, hal ini menunjukan bahwa memang hasil survei diantra ketiga lembaga tersebut ada yang salah. Kesalahan mungkin muncul dari pihak pelaksanan survei yang sengaja ingin menyenangkan pihak sponsor. Atau kesalahan dari  pelaksanan survei yang tidak-sengaja salah dalam menerapkan metodologi.
Untuk membuktikan kesalahan yang mana yang dilakukan oleh lembaga tersebut hanya bisa diketahui melalui secamam “audit” metodologinya. Kita harus mengetahui bagaimana metode pengambilan sampel yang mereka gunakan, bagaimana kuesionernya, bagaimana penerapan metodenya dilapangan dan bagaimana olah datanya. Bila kita bisa menjawab audit metodologi surveinya kita akan bisa memastikan semua pertanyaan yang muncul diatas. Salam.

Dendi Susianto
Direktur LKPI

Sabtu, 18 Juni 2011

Pilkada Kab.Tebo : Jangan Korbankan Uang Rakyat Untuk Pilkada Ulang Ketiga


Pada tanggal 10 Maret 2011 telah dilaksanakan Pilkada di kabupten Tebo. Pada Pilkada tersebut diikuti oleh tiga pasangan calon yaitu 1. Sukandar-Hamdi, 2. Ridham Priskap-Eko Putra 3.Yopi Muthalib-Sapto Edy. Hasil Pilkada ini dimenangkan oleh pasangan Yopi-Sapto. Berikut rincian hasil perolehan suara masing-masing pasangan calon.

1.      Yopi-Sapto            : 77.157 suara
2.      Suka-Hamdi          : 74.436 suara
3.      Ridham-Eko          : 12.982 suara.

Namun hasil Pilkada tersebut tidak diterima oleh pasangan Sukandar-Hamdi. Pasangan ini kemudian mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Atas gugatan tersebut, MK kemudian memutuskan Pilkada Tebo harus diulang. Keputasan MK Nomor 33/PHPU.D-IX/2011 menyatakan telah terjadi kecurangan secara sistematis dan masif pada Pilkada Tebo. 

Pilkada Putaran Kedua pun ahirnya dilaksanakan oleh KPUD Tebo pada tanggal 5 Juni 2011. Pada Pilkada ini juga tetap diikuti oleh ketiga pasangan calon seperti pada pilkada sebelumnya, yaitu pasangan calon yaitu 1. Sukandar-Hamdi, 2. Ridham Priskap-Eko Putra 3.Yopi Muthalib-Sapto Edy. Namun hasil Pilkada Putaran Kedua ini hasilnya berbeda dengan hasil Pilkada Putaran Pertaman. Pada Pilkada Putaran kedua ini dimenangkan oleh pasangan Sukandar-Hamdi. Berikut rincian perolehan suara masing-masing pasangan calon.
1.      Suka-Hamdi          : 78.754 suara
2.      Yopi-Sapto            : 72.656 suara
3.      Ridham-Eko          : 5.836 suara

Dengan demikian selisih suara antara pasangan Sukandar-Hamdi dengan pasangan Yopi-Sapto sebanyak 6.098 suara atau 3,84 persen.

Hasil Pilkada Putaran Kedua tersebut juga kembali digugat. Kini gantian pasangan Yopi-Sapto yang mengajukan gugatan ke MK. Menurut pasangan Yopi-Sapto, Pilkada Putaran Kedua telah terjadi banyak kecurangan yang dilakukan oleh pasangan Suka-Hamdi. Pasangan Yopi-Sapto meminta Pilkada diulang kembali. Bila MK mengabulkan gugatan pasangan Yopi-Sapto ini maka akan terjadi Pilkada Putaran Ketiga di Tebo. 

Pengajuan gugatan ke MK adalah hak konstitusional pasangan calon yang merasa dicurangi dalam proses pilkada. Pasangan Yopi-Sapto juga memiliki hak konstitusional untuk melakukan gugatan ke MK. Perundangan di Indonesia saat ini juga tidak membatasi berapa kali pengaduan boleh disampaikan ke MK. Perundangan juga tidak membatasi beberapa kali Pilkada bisa diulang. Tetapi berdasarkan catatan yang ada, belum ada Pilkada di Indonesia yang diulang hingga tiga kali.

Namun yang menjadi persoalan, siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan seandainya pilkada Tebo diulang untuk yang ketiga kali?

Seandainya Pilkada diulang untuk yang ketiga, tentunya KPUD harus mengeluarkan dana lagi. Dana ini bukan berasal dari para calon. Mereka tidak dibebani biaya penyelenggaraan Pilkada sama sekali. Dana ini sesungguhnya adalah uang masyarakat tebo yang diambil dari dana anggaran pembangunan. Dana yang seharusnya digunakan untuk berbagai kepentingan pembangunan masyarakat Tebo, seperti untuk anggaran biaya pendidikan, kesehatan dan lainya. Perlu diketahui bahwa pada Pilkada Tebo Putaran Pertama menelan biaya sebesar kurang lebih Rp. 12 Milyar. Pada Pilkada Tebo Putaran Kedua menelan biaya sebesar Rp. 3,6 Milyar.

Oleh sebab itu, bila Pilkada Tebo diulang untuk yang ketiga maka yang akan rugi adalah masyarakat Tebo sendiri. Pilkada adalah proses demokrasi yang penting. Namun jangan sampai Pilkada yang bertujuan menyejahteraan masyarakat justru malah merugikan masyarakat. Disini sangat dibutuhkan kearifan elit lokal. Pengabdian kepada masyarakat tidak harus menjadi pemegang kekuasaan (bupati/walikota/gubernur). Pengabdian di masyarakat bisa dilakukan di berbagai bidang. Salah-satunya adalah menjadi pihak yang mengontrol jalanya pemerintahan di Tebo. Kandidat yang kalah bisa menjadi semacam oposisi yang memastikan pemerintahan di kabupaten Tebo berjalan dengan baik, bebas dari KKN.

Catatan:
LKPI pernah menjadi konsultan politik pasangan Yopi-Sapto. Namun konsultasi politik ini hanya berlangsung hingga Pilkada Putaran Pertama. Pada Pilkada Tebo Putaran Kedua, LKPI sudah tidak lagi menjadi konsultan politik pasangan Yopi-Sapto.

Sabtu, 04 Juni 2011

Mengapa Incumbent (petahana) Banyak Menang Pilkada

Sejak pertama Pilkada digulirkan pada tahun 2005, hingga kini sudah ribuan Pilkada telah dilaksanakan di Indonesia. Dari data yang ada, Pilkada banyak dimenangkan oleh pihak incumbent. Bila dipersentasekan kira-kira mencapai 85% Pilkada dimenangkan oleh incumbent.

Pertanyaannya, mengapa Pilkada banyak dimenangkan oleh incumbent?.Ada beberapa faktor mengapa incumbent lebih mudah untuk memenangkan Pilkada di Indonesia.


Pertama, incumbent mengusai akses ekonomi. Dengan kedudukanya sebagai bupati atau walikota atau gubernur yang sedang menjabat, seorang kandidat menjadi punya kesempatan yang lebih besar untuk mengusai akses ekonomi dibanding kadidat lain. Kemudahan akses ekonomi ini tentunya memudahkan seorang kandidat untuk mendapatkan dana untuk pembiayaan kampanyenya. Sering kali, incumbent justru yang kewalahan dengan para pihak yang datang menawarkan dana pilkada. Dengan dana yang melimpah ini, pihak incumbent bisa melakukan banyak hal. Dalam Pilkada, dana memang bukan segalanya tetapi sangat penting keberadaanya.

Kedua, incumbent mengusai akses sosial. Penguasaan terhadap akses sosial ini sangat penting karena akan mendongkrak tingkat popularitas dan elektabilitas kandidat. Sejak hari pertama incumbent dilantik, ia akan memiliki akses untuk bertemu dan berkunjung ke masyarakat. Tentunya dengan menggunakan fasilitasnya sebagai incumbent. Incumbent bisa menghadiri acara atau menciptakan acara untuk bisa selalu bertemu dengan warga. Sudah menjadi rahasis umum bahwa incumbent selalu menggunakan dana BANTUAN SOSIAL untuk memupuk modal sosial ini.

Ketiga, incumbent mengusai akses politik. Bila seseorang sudah menjabat sebagai bupati, walikota atau gubernur, rasanya tidak akan susah untuk menguasi kursi pimpinan partai politik. Bahkan partai politik justru berebut untuk menempatkan incumbent sebagai ketua partai. Demikian juga pada saat pencalonan Pilkada, incumbent tidak akan repot mencari partai. Justru partai politik yang datang berbondong-bondong untuk menjadi meniadi partai pengusung. Dengan kemudahan akses politik ini, incumbent tentunya bisa memilih mesin partai politik mana yang memiliki dukungan luas di daerahnya.

Dengan segala kemudahana yang dimiliki incumbent tersebut, maka tidak heran bila sangat sedikit incumbent yang kalah dalam Pilkada. Hanya incumbent yang "keterlaluan" yang kalah dalam Pilkada.

---Dendi Susianto---

Jumat, 06 Mei 2011

Cara Memenangkan Pilkada (Pengantar)

Pengantar
Tujuh Langkah Memenangkan Pilkada

Tulisan ini adalah sinopsis dari buku "Tujuh Langkah Memenangkan Pilkada". Saat ini buku ini belum diterbitkan dan masih dalam penulisan akhir. Beberapa bab dalam buku ini belum bisa ditampilkan disini. LKPI berencana menerbitkan tulisan ini karena cukup banyak permintaan dari berbagai pihak. Semoga tulisan ini bisa segera diterbitkan dalam bentuk buku.


Tulisan ini berasal dari "catatan harian" para konsultan politik. Tulisan ini diambil dari pengalaman para konsultan di lapangan. Berbeda dengan beberapa tulisan yang ditulis oleh pengamat politik yang ditulis dari belakang meja, tulisan ini berangkat dari permasalahan yang ada di lapangan.

Langkah Pertama adalah Melakukan Pemetaaan Politik.
Pemetaan politik adalah melakukan analisis terhadap kekuatan dan kelemahan diri dan lawan, kondisi "medan pertempuran, "iklim" medan pertempuran dan media komunikasi. Ibarat seorang yang akan melakukan perjalanan, peta politik ini bisa menjadi panduan untuk mencapai tujuan dengan efektif dan efisien. Banyak kandidat telah sadar akan pentingnya pemetaan politik. Namun sayang, kebanyakan mereka menggunakan asumsi dalam melakukan pemetaan ini. Pemetaan politik yang paling akurat adalah dengan melakukan survei. Dengan melakukan survei, kandidat dapat mengumpulkan berbagai informasi sangat penting dan akurat. 

Langkah Kedua adalah Membuat Target Suara.
Untuk memenangkan Pilkada kadang tidak perlu harus menang 80% suara, tapi cukup dengan 40% suara saja. Karena tidak ada bedanya antara menang Pilkada dengan 90% suara dengan 31% suara. Biasanya kandidat dan tim sukses hanya berhenti disini. Mereka hanya bilang pokoknya kita harus menang 75%. Bagaimana caranya? dari mana suara sebesar itu dan bagimana caranya tidak dijelaskan secara detail. Menentukan target ini bukan dilakukan secara sembarangan. Selama ini tim sukses dan kandidat dalam menentukan target suara dengan mematok target setinggi-tingginya tanpa ada dasar rasional yang kuat. Dan parahnya, tidak dijelaskan secara rinci bagaimana cara meraih target tersebut. Membuat target disini, artinya kita menentukan target suara kemenangan dengan berdasarkan analisis kondisi yang ada, seperti kondisi modal sosial, politik dan finansial kandidat. Jangan sampai karena target suaranya terlalu besar tapi tidak mempertimbangkan kondisi finansial yang ada, kandidat kehabisan dana di tengah jalan. Membuat target suara disini juga akan memperinci target pencapaian suara per wilayah. Mungkin di wilayah A kita hanya menargetkan suara 10%, tapi di wilayah B kita mentargetkan suara 80%.

Langkah Ketiga adalah Mendesain dan Membangun Mesin Suara
Bila target suara sudah ditentukan, langkah selanjutnya adalah menjelaskan bagaimana cara kita mencapai target suara tersebut. Untuk bisa mencapai target suara tersebut, kandidat harus memiliki mesin suara yang akan memobilisasi suara. Bagiamana struktur dan sistem tim sukses yang efektif akan dibahas disini. Disini akan dijelaskan dua mesin suara yang harus dipahami oleh kandidat dan tim sukses yaitu Mesin Jaringan dan Mesin Pencitraan. Dalam pilkada kabupaten/kota, porsi mesin jaringan  sangat dominan, kira-kira mencapai 75% porsinya. Bila di pilkada propinsi, porsi mesin jaringan mencapai 50% dan mesin pencitraan 50%. Sedangkan untuk pilpres, porsi mesin pencitraan lebih dominan mencapai 75% dan mesin jaringan hanya 25%. Mesin jaringan yang sudah tersedia biasanya adalah jaringan partai politik. Namun konyol bila kandidat hanya mengandalkan jaringan partai saja. Kandidat hanya membuat jaringan di luar jaringan partai. Semakin banyak jaringan yang dibuat akan semakin besar kekuatan mobilisasinya. Hanya konsekuensinya adalah semakin membengkakan biaya. Disini lah seninya, bagaimana dengan dana terbatas, kandidat bisa membuat mesin suara yang cukup untuk memenangkan pilkada. Ibarat kita berkendaraan di jalan raya di Jakarta, mobil dengan cc besar mungkin bisa mengangkut penumpang yang banyak, tp mobil besar boros bahan bakar dan tidak lincah bergerak dalam kemacetan. Sementara mobil dengan cc kecil mungkin tidak bisa menampung penumpang yang terlalu banyak, tapi bisa berjalan cepat menembus kemacetan. Begitulah analoginya.


Langkah Keempat adalah Meng Up-grade Mesin Suara
Mesin jaringan yang paling efektif digunakan oleh kandidat adalah jaringan yang sudah eksis sebelumnya di masyarakat. Jaringan yang sudah eksis di masyarakat biasanya sudah memiliki jaringan yang luas dan mekanisme organisasi sudah berjalan. Namun bila kandidat tidak menemukan jaringan yang sudah eksis maka kandidat harus membuat atau menciptakanya. Persoalanya, jaringan yang sudah terbentuk harus dibekali kemampuan untuk "menjual". Jaringan ini adalah ibarat para sales yang menjual produk. Mereka harus kita beri target secara pasti berapa banyak mereka harus bisa menjual produk kita. Mereka juga kita bekali dengan "ilmu" bagiamana cara menjual produk. Bila sebelumnya mereka hanya mampu menjual produk kepada 1 orang, dengan kita lakukan pelatihan komunikasi politik mereka akan bisa menjual kepada 10 orang misalnya. Jaringan juga mesti kita rawat agar tidak dibajak oleh kandidat lain.

Langkah Kelima adalah Menjalankan Program
Bila mesin jaringan kita sudah siap, kita tinggal memberikan amunisi untuk mereka maju ke medan laga. Mereka menjalankan berbagai program yang telah kita rancang. Pada prinsipnya ada dua program yang harus dilakukan oleh kandidat atau tim sukses, yaitu program internal dan eksternal. Program internal menyangkut berbagai program yang ditujukan untuk meningkatkan tingkat elektabilitas kandidat. Program ekternal menyangkut berbagai program yang ditujukan kepada pesaing. Perlu diketahui bahwa seorang kandidat kadang menang pilkada bukan karena dia meraih dukungan yang besar dari pemilih..tetapi karena tidak ada kandidat lain yang suaranya lebih besar dari kandidat yang satu. Artinya, kandidat A menang pilkada dengan suara hanya 31% suara karena kandidat lain suaranya hanya mencapai 25%.

Langkah Keenam adalah Evaluasi dan Monitoring
Bila semua sistem sudah berjalan, kandidat sebenarnya tinggal duduk manis. Dengan sudah terbangun sistem ini, akan terlihat elemen mana yang tidak berjalan atau tidak berjalan secara efektif. Bila ada mesin suara yang tidak berjalan, kandidat harus melakukan evaluasi, mencari jawaban mengapa mesin tidak berjalan dan mencarikan solusinya. Ada beberapa metode evaluasi dan monitoring yang bisa dilakukan oleh kandidat. Dalam bab ini akan dijelaskan secara rinci soal evaluasi dan monitoring.

Langkah Ketujuh adalah Menjaga Kemenangan
Ini adalah program yang harus dijalankan pada masa-masa krusial yaitu masa-masa menjelang pemungutan suara. Banyak hal yang harus dilakukan pada masa-masa ini. Banyak kandidat inginnya langsung potong kompas menjalankan program ini karena menyakini kunci kemenangan pada apa yang dilakukan pada masa ini. Pada masa ini ada program yang tidak nampak di permukaan dan ada yang nampak di permukaan. Beberapa program yang nampak dipermukaan adalah program pembekalan saksi dan program quick count. Bab ini akan menjelaskan secara detail program-program apa saja yang biasa dilakukan pada masa-masa ini.

Demikian ringkasan dari tujuh langkah yang harus dilakukan untuk memenangkan pilkada. Dalam tulisan kami berikan kasus-kasus di lapangan. Namun begitu, kami tidak akan menyebut secara jelas nama dan lokasi tempat kejadian.

Terima kasih.
Dendi Susianto

Rabu, 13 April 2011

Bila Mana PKS Menang Pilkada?

Serial Kajian Internal LKPI
Bila Mana PKS Menang Pilkada?


PKS adalah partai papan tengah yang memiliki fenomena menarik. Secara nasional PKS memang merupakan partai papan tengah. Namun dibebarapa daerah, suara PKS cukup signifikan sehingga perannya sangat menentukan jalanya peta politik. Selain itu, PKS juga memiliki karakteristik konstituen yang unik. Di beberapa daerah kader PKS mampu memenangkan Pilkada. Dengan kondisi semacam ini, apakah ada karakteristik tertentu bilamana PKS bisa memenangkan Pilkada?
Berdasarkan analisis data-data dan pengalaman dilapangan, ada empat kondisi dimana PKS mampu memenangkan Pilkada;
1. Bila Pilkada diikuti oleh banyak calon.
Semakin banyak jumlah pasangan calon dalam pilkada semakin besar kemungkinan kader PKS memenangkan Pilkada. Hal ini dikarenakan PKS memiliki kader yang militan dibanding partai lain. Jumlah konstituen PKS jelas dan terukur. Oleh sebab itu, bila semakin banyak calon maka suara pemilih diluar PKS akan terbagi, sedangkan suara PKS tetap utuh. Kita bisa membayangkan apa yang terjadi bila pada Pilgub Jakarta lalu pasangan calonnya lebih dari 2. Fauzi Bowo mungkin bukan sebagai gubernur jakarta.  
2. Bila tingkat partisipasi pemilih sangat rendah.
Seperti kita ketahui bahwa PKS memiliki konstituen yang solid dan terukur. PKS adalah bukan partai kader yang mengandalkan suara dari pemilih mengambang. PKS adalah partai kader. Oleh sebab itu, dalam setiap Pilkada, PKS mengandalkan sepenuhnya dari suara kader. Karena partai kader, konstituen PKS sangat militan dan solid. Jalur instruksi partai berjalan secara efektif. Bila tingkat partisipasi pemilih di suatu Pilkada sangat rendah maka hanya akan mengurangi suara kandidat-kandidat non PKS. Sementara suara PKS akan tetap sama. Fenomena ini sudah terjadi di beberapa daerah, diantaranya Pilkada di Bekasi.
3. Bila kader PKS berpasangan dengan kandidat yang populer
Secara umum PKS kurang memiliki kader yang populer. Tokoh PKS rata-rata adalah tokoh yang hanya populer di internal partai. Oleh sebab itu, bila pun suara PKS cukup signifikan disuatu wilayah namun PKS akan sulit memenangkan Pilkada bila tidak menggandeng tokoh populer diluar partai. Hal ini terjadi di beberapa daerah dimana PKS secara kursi di legislatif cukup signifikan tapi kalah dalam Pilkada. Kasus Pilgub Jabar mungkin ceritanya akan lain bila PKS tidak menggandeng Dede Yusuf sebagai wakilnya Ahmad Heryawan.
4. Bila PKS mencalonkan kadernya sendiri di kandidat 1.
Kader PKS memang militan dan solid. Mesin partai PKS memang dikenal berjalan efektif. Namun dua hal ini bisa "hambar" bila PKS hanya menjadi "kuda tunggangan" pilkada oleh orang diluar partai. Dan kader PKS hanya dicalonkan sebagai Wakil. Bila kondisinya semacam ini, daya juang kader PKS di lapangan menjadi "melempem" dan mesin partai berjalan setengah hati. Kasus yang sangat nampak terjadi pada Pilgub Kalimantan Selatan, dimana kader PKS hanya menjadi wakil.

Demikian empat kondisi yang membuat PKS dapat memenangkan Pilkada. Semoga analisis ini bisa bermanfaat untuk pihak-pihak yang memerlukan analisis politik di lapangan. Baik untuk kandidat dari partai lain maupun kandidat dari PKS sendiri.

Sabtu, 09 April 2011

Hasil Survei Golkar: Pilkada Sulawesi Tengah

Pada Pilkada Gubernur Sulawesi Tengah 2011, Institut Survei Perilaku Politik (ISPP) diminta oleh DPD Partai Golkar Sulteng untuk melakukan survei. Hasil survei ISPP terbuktikan sangat presisi. Hal ini bisa dilihat dari perbandingan antara hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) dengan ISPP di Pilgub Sulawesi Tengah. Kedua lembaga ini masing-masing melakukan survei kurang lebih satu bulan sebelum Pilkada Sulawesi tengah. Hasil survei ISPP telah dipresentasikan pada jajaran pimpinan wilayah Golkar Propinsi Sulawesi tengah. Sementara hasil LSI telah dipublikasikan di media lokal. 

Seperti kita ketahui pada Tanggal 6 April 2011 lalu telah berlangsung Pilkada Propinsi Sulawesi Tengah. Pilgub Sulteng ini diikuti oleh lima pasangan calon. Berdasarkan hasil resmi KPUD Sulawesi Tengah, masing-masing pasangan calon mendapatkan suara sebanyak;
1.       Aminuddin Ponulele-Luciana Baculu (16.18%)
2.       Sahabudin Safa-Faisal Mahmud (9.06%)
3.       Longki Djanggola-Sudarto (54.43%)
4.       Rendy Lamadjido-HB Paliudju (11.62%)
5.       Achmad Yahya-Ma’ruf Bantilan (8.71%)


Sedangkan hasil survei LSI yang dipublikasikan di media lokal Sulawesi Tengah, masing-masing pasangan calon mendapatkan suara sebagai berikut;
1.       Aminuddin Ponulele-Luciana Baculu (10.2%) 
2.       Sahabudin Safa-Faisal Mahmud (9.8%)
3.       Longki Djanggola-Sudarto (33.9%)
4.       Rendy Lamadjido-HB Paliudju (5.7%)
5.       Achmad Yahya-Ma’ruf Bantilan (4.3%)
6.       Tidak Jawab/Rahasia (36.1)



Dari data diatas nampak tingkat kesalahan hasil survei LSI mencapai maksimal 20.53%, yaitu nampak dari perbandingan antara hasil survei dengan hasil resmi suara pasangan LONGKI'S. Dimana perolehan suara resmi KPUD menyebutkan suara LONGKIS sebesar 54.43%, namun hasil survei LSI menyebutkan suara LONGKIS hanya sebesar 33.9%. Sementara jawaban “tidak tahu/rahasia” masih SANGAT TINGGI yaitu mencapai 36.1%.

 Sementara hasil survi ISPP masing-masing pasangan calon mendapatkan suara sebanyak;
1.       Aminuddin Ponulele-Luciana Baculu (12.4%)
2.       Sahabudin Safa-Faisal Mahmud (3.8%)
3.       Longki Djanggola-Sudarto (52.3%)
4.       Rendy Lamadjido-HB Paliudju (7.8%)
5.       Achmad Yahya-Ma’ruf Bantilan (5.5%)
6.       Tidak Jawab/Rahasia (18.1%)


Dari data diatas selisih terbesar antara hasil resmi KPUD dengan hasil survei ISPP hanya mencapai maksimal 5.26%. Yaitu selesih perolehan suara pada pasangan Sahabudin Safa-Faisal Mahmud.  Dimana survei ISPP menyebutkan perolehan suara pasangan ini hanya 3.8%, sedangkan hasil resmi KPUD menyatakan 9.06%. Sementara jawaban “tidak tahu/rahasia” sudah TIDAK TINGGI yaitu hanya mencapai 18.1%.

Rabu, 06 April 2011

Langkah Pertama Memenangkan Pilkada

Langkah 1

PEMETAAN POLITIK SEBUAH KEHARUSAN

Kenali Diri Sendiri, Kenali Lawan; Maka Kemenangan Sudah Pasti Ada di Tangan!   
Kenali Medan Pertempuran, Kenali Iklim;  Maka Kemenangan Akan Sempurna!
(Sun Tzu)

Arti Penting Pemetaan Politik
Berasumsi adalah problem klasik yang menghinggapi banyak kandidat Pilkada di Indonesia. Kandidat berasumsi masyarakat sudah sekian persen mendukungnya. Kandidat berasumsi masyarakat di wilayah A sudah total mendukungnya karena tokoh-tokoh masyarakatnya sudah menyampaikan dukunganya. Dan segudang asumsi lainnya yang membuat hati kandidat membumbung tinggi dan tertutup terhadap kritik. Oleh karenanya, mereka berbicara dan bertindak tidak lagi berdasarkan data yang valid yang bisa dibuktikan. Padahal bertindak berdasarkan asumsi adalah sebuah awal kekalahan yang sangat fatal. Dan awal kekalahan ini akan berefek domino pada kekalahan-kelalahan berikutnya hingga H pencoblosan dilaksanakan.


Pada akhir tahun 2008 kami berkesempatan melakukan pendampingan pemenangan Pilkada di salah satu kabupaten di Kalimantan Selatan. Dalam sebuah kesempatan kami berdiskusi dengan istri dari kandidat yang menjadi kilen kami. Kami berdiskusi tentang berbagai program dan kegiatan yang telah ia lakukan untuk membantu suaminya memenangkan Pilkada. Dengan semangat Ia menceritakan berbagai kegiatan yang telah ia lakukan, salah satunya yang menurutnya luar biasa adalah ia telah membagi-bagikan kerudung kepada ibu-ibu majelis taklim di desa-desa. Dengan aksinya tersebut istri kandidat ini merasa yakin bila ibu-ibu akan memilih suaminya pada Pilkada nanti. Lalu kami bertanya kepadanya bagaimana bila istri dari kandidat pesaing juga melakukan hal yang sama dan bahkan memberikan kerudung atau barang lainnya yang jumlahnya lebih banyak. Apakah ibu-ibu di desa akan tetap memilih suaminya atau justru akan memilih kandidat pesaing?

Sebagian kalangan dan pengamat percaya sekali bahwa ”aksi tebar sembako” adalah segalanya dalam Pilkada. Tapi seseungguhnya persoalan di lapangan tidak lah sesederhana itu. Karena bila semua kandidat melakukan aksi tebar sembako yang sama lalu siapa yang akan dipilih oleh masyarakat?. Apakah masyarakat akan memilih kandidat yang memberikan barang paling banyak, atau kandidat yang  memberikan sembako paling awal, atau kandidat yang memberikan sembako paling akhir?. Atau malah sebaliknya, justru karena seorang kandidat menyebarkan sembako, masyarakat menjadi tidak simpati terhadapnya. Hal-hal semacam ini lah yang menjadi persoalan di lapangan dan wajib diketahui oleh kandidat yang ingin memenangkan Pilkada dengan efektif dan efisien. Sebab setiap masyarakat memiliki kecenderungan sikap yang berbeda-beda terhadap suatu program atau aksi yang dilakukan oleh kandidat. Demikian juga dengan aksi tebar sembako, kandidat harus berhati-hati dengan aksi ini karena selain belum tentu bisa mempengaruhi perilaku pemilih, tindakan semacam ini juga hanya menguras kantong kandidat. Dan tentunya tidak mendidik bagi proses demokrasi di Indonesia.  

Memenangkan Pilkada, kata kuncinya adalah strategi pemenangan yang diterapkan oleh kandidat. Strategi ini lah yang sesungguhnya menentukan seorang kandidat menang atau kalah dalam sebuah Pilkada. Strategi yang dimaksud disini adalah bagaimana cara atau jurus seorang kandidat dalam mengalahkan lawan-lawannya. Kandidat bisa menggunakan jurus David Carradine dalam film Kung Fu: The Legend Continues yang mengalahkan lawan-lawannya dengan jurus yang efektif dan memanfaatkan tenaga lawan. Atau kandidat memilih gaya Rambo yang memborbardir musuhnya dengan segala amunisi tanpa ampun sedikit pun. Jurus Kung Fu David Caradine adalah sebuah ilustrasi yang indah bagaimana ia mengalahkan lawan-lawannya dengan satu-dua gerakan yang efektif dan efisien tenaga. Sebaliknya, Rambo mengalahkan musuh-musuhnya dengan membombardirnya dengan semua kekuatan yang dia miliki, tanpa memberikan kesempatan lawannya untuk membalasnya. Untuk bisa menentukan jurus atau strategi mana yang tepat, kandidat paling tidak harus mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri serta lawan yang akan dihadapi. Dalam konteks politik, kandidat harus mengetahui peta politik secara akurat.  

Pemetaan politik bukanlah penggalian informasi atau isu-isu secara serampangan. Pemetaan politik juga bukan pengumpulan informasi yang dilakukan oleh tim sukses atau pendukung. Pengalaman di berbagai Pilkada, banyak kandidat menentukan strategi dan program berdasarkan informasi yang tidak jelas asal usulnya dan metode penggaliannya. Misalnya, isu tentang kelompok masyarkat tertentu mendukung atau tidak mendukung kandidat A, masyarakat membutuhkan program atau barang  A dan lain sebagainya. Syukur bila informasi itu benar adanya, tetapi bila informasi itu salah, kandidat bisa masuk ”jurang”.  Selain akan terkuras energinya,  kandidat bisa melakukan  berbagai hal yang kontra produktif. Kami sering sekali mendampingi kandidat bertemu dengan orang-orang dekat kandidat, tim sukses, dan pendukung dimana mereka selalu memberikan informasi yang serba manis kepada kandidat. Mereka selalu memberikan laporan yang sifatnya pujian dan hanya untuk melambungkan hati kandidat atau hanya untuk menunjukan mereka sudah bekerja. Sialnya, banyak kandidat yang menerima informasi tersebut bulat-bulat, dan cenderung lebih senang dengan informasi sampah semacam itu. Saran atau informasi yang sifat jujur atau tidak enak didengar ditelinga kandidat dibuang jauh-jauh. Pada akhirnya, hasil Pilkada menjadi bukti dari segala ucapan mereka.

Peta politik adalah seperangkat informasi yang valid yang menggambarkan secara jelas menyangkut kandidat sendiri, pesaing, masyarakat (pemilih), media komunikasi, dan berbagai isu strategis. Peta politik ini sangat penting dimiliki oleh setiap kandidat. Peta politik ini akan menuntun kandidat untuk menentukan jalan yang paling efektif dan efsien untuk mencapai tujuan. Ibarat seseorang yang akan menuju suatu tempat, bila ia membawa peta kandidat tidak akan tersesat di jalan dan bahkan bisa menentukan jalan mana dan kendaraan apa yang akan ia gunakan untuk mencapai tujuan secara cepat dan efisien. Dengan peta politik ini kandidat juga akan mengetahui berbagai kelemahan dan kekuatan diri sendiri dan pesaingnya. Dengan memiliki peta politik ini kandidat tidak akan terkecoh atau terpancing dengan berbagai informasi atau isu yang menyesatkan. Kandidat tetap bisa fokus dengan target dan sasaran yang harus ditempuh dan mengabaikan hal-hal yang tidak terlalu penting.

Kepada kandidat kami sering menyitir pemikiran ahli filsafat perang Sun Tzu untuk menggambarkan pentingnya pemetaan politik. Sun Tzu mengatakan, ”Kenali diri sendiri, kenali lawan; maka kemenangan sudah pasti ada di tangan. Kenali medan pertempuran, kenali iklim;  maka kemenangan akan sempurna”. Dengan kata lain, Sun Tzu mengatakan bahwa sebelum berangkat ke medan perang, langkah awal yang sangat penting yang harus dilakukan adalah melakukan pemetaan. Pemetaan yang menyangkut data-data tentang kekuatan dan kelemahan diri sendiri, lawan, medan pertempuran dan iklim yang bisa mempengaruhi jalannya pertempuran. Bila kita sudah mengenali kekuatan diri sendiri dan lawan, kita dah separuh jalan memenangkan peperangan. Dan apabila ditambah mengetahui medan pertempuran dan iklimnya, kita akan memenangkan pertempuran dengan sempurna. Berdasarkan filosofi Sun Tzu tersebut, kita bisa membuat empat pemetaan, yaitu;
1.Pemetaan diri sendiri : kekuatan dan kelemahan diri sendiri
2. Pemetaan lawan: kekuatan dan kelemahan lawan
3. Pemetaan medan pertempuran: seluk beluk masyarakat (pemilih)
4. Pemetaan iklim: isu-isu yang sedang berkembang
Pemetaan Diri Sendiri
Pemetaan diri sendiri adalah pemetaan berbagai hal yang menyangkut diri pribadi kandidat. Disini seorang kandidat dituntut untuk mengerti benar apa kelebihan dan apa kekurangan dari dirinya. Seberapa besar tingkat popularitas dirinya dan pesaing-pesaingnya. Di daerah mana (desa, kecamatan, kabupaten) dirinya mendapat dukungan dan seberapa besar dukungannya. Kelebihan apa saja yang dia miliki dan tidak milikinya, misalnya modal politik, modal sosial, modal ekonomi dan lain sebagainya. Dengan memahami kekurangan atau kelemahan dirinya, kandidat tentunya berusaha untuk menutupinya. Dan dengan memahami kelebihan atau kekuatanya, kandidat tahu betul apa yang harus ia ”jual” kepada masyarakat atau pemilih.
Tabel 1. Wilayah Pemetaan ala Zun Tsu


Mengenal Diri Sendiri



Mengenal Lawan



Mengenal Medan
Pertempuran



Mengenal Iklim



Pemetaan Lawan/Pesaing
Pemetaan Lawan adalah berbagai informasi tentang kekuatan dan kelemahan lawan-lawan. Dalam konteks Pilkada, kandidat dituntut untuk melakukan pemetaan terhadap siapa-siapa yang bakal menjadi rivalnya. Pemetaan semacam ini idealnya dilakukan jauh-jauh hari sebelum Pilkada dan dilakukan beberapa kali menjelang Pilkada. Pemetaaan tentang diri lawan ini tidak hanya menyangkut siapa-siapa yang bakal menjadi pesaing tetapi juga menyangkut kelibahan dan kelemahan masing-masing. Misalnya, data tentang siapa dan dimana basis dukungan dari masing-masing pesaing. Dengan begitu, kandidat bisa menentukan langkah-langkah yang diperlukan, misalnya menentukan siapa yang kemungkinan bisa diajak berkoalisi dan siapa rival yang paling berat. Di daerah mana kandidat harus berkonsentrasi penuh dan mengambil suara di basis pesaing.
Pemetaan Medan Pertempuran
Dengan mengenali medan pertempuran, kita bisa menentukan langkah-langkah strategis apa yang perlu diambil. Misalnya, menentukan jenis pasukan yang dibutuhkan, formasi gerakan pasukan hingga jenis senjata yang dibutuhkan. Dalam konteks Pilkada, medan pertempuran diartikan sebagai kondisi kontemporer sosial politik masyarakat di wilayah Pilkada. Disini kandidat harus memahami betul karakteristik perilaku pemilih. Misalnya pemahaman tentang kecenderungan pemilih terhadap money politik, loyalitas terhadap partai, sentimen kesukuan dan lain sebagainya. Secara umum, peta sosial politik masyarakat yang harus dipahami oleh kandidat ada tiga yaitu:
a. Peta jaringan sosial
b. Peta perilaku pemilih
c. Peta media komunikasi

Peta jaringan sosial menyangkut keberadaan organisasi sosial, keagamaan, kepemudaan, kekerabatan dan birokrasi yang berpengaruh di wilayah tersebut. Pemetaan jaringan ini sangat bermanfaat bagi kandidat untuk membangun mesin mobilisasi yang efektif. Dengan mengetahui peta jaringan sosial yang berpengaruh, kandidat bisa menentukan ikatan atau organisasi sosial apa yang bisa dijadikan mesin mobilisasi suara. Organisasi sosial berpengaruh disini bisa diartikan sebagai organisasi yang memiliki jumlah anggota yang besar atau luas. Artinya bila pemilih di wilayah tersebut 50%nya adalah anggota dari suatu organisasi sosial maka orang yang bisa menguasi organisasi tersebut maka sudah bisa dikatakan diatas kertas akan memenangkan Pilkada. Sebagai contoh, di suatu kabupaten, seorang kandidat tidak bisa mengabaikan keberadaan organisasi kepemudaan tertentu karena organisasi ini memiliki jariangan dan anggota yang luas di wilayah tersebut. Siapa yang mampu mengusai organisasi ini, dia lah yang akan memenangkan Pilkada. Organisasi sosial yang berpengaruh juga bisa diartikan sebagai organisasi yanb bisa menjadi rujukan bagi pemilih di wilayah itu. Di wilayah Kalimantan Selatan, misalnya, setiap kandidat Pilkada selalu berebut untuk mendapatkan semacam ”restu” atau citra kedekatan dengan tokoh ulama lokal tertentu untuk memenangkan Pilkada.

Peta perilaku pemilih adalah menyangkut bagaimana perilaku, sikap dan pendapat masyarakat di wilayah ini. Dengan pemetaan perilaku politik pemilih, kandidat juga bisa mengetahui secara detail bagaimana perilaku politik masyarakat, termasuk didalamnya pendapat masyarakat tentang diri kandidat dan pesaing-pesaingnya. Peta perilaku pemilih ini akan mengungkap perbedaan perilaku pemilih berdasarkan wilayah, segmen sosial, tingkat pendidikan, tingkat ekonomi, afiliasi ormas, dan sebagainya. Misalnya, kandidat akan tahu persis bagaimana pendapat dan sikap kelompok petani, perempuan, pemuda, warga NU, kader Partai dan kelompok lain terhadap citra kandidat dan isu politik tertentu. Dengan peta perilaku pemilih ini kandidat bisa menentukan langkah-langkah strategis khusus berdasarkan wilayah dan segmen sosial tertentu. Satu hal penting lainnya dari pemetaan perilaku pemilih ini, kandidat jadi bisa mengetahui apa keinginan masyarakat terhadap citra kandidat. Misalnya, masyarakat menginginkan seorang walikota yang religius maka kandidat bisa melakukan pencitraan dirinya sesuai keinginan masyarakat.

Peta media komunikasi adalah menyangkut data-data media komunikasi apa yang paling efektif mempengaruhi masyarakat di wilayah tersebut. Media komunikasi yang dimaksud disini tentunya menyangkut semua jenis dan bentuk media komunikasi. Mulai dari media luar ruang (spanduk, baliho, poster dan sebaginya), souvenir, media cetak, radio, televisi, tatap muka (dari mulut ke mulut), hand phone, internet, multimedia, hingga media komunikasi tradisional (seperti wayang kulit dan jatilan dan lainya). Tentu di suatu wilayah tidak semua media komunikasi digunakan dan kandidat tidak perlu menggunakan semua media komunikasi yang ada.

Dengan adanya peta media komunikasi ini, kandidat menjadi bisa menentukan media komunikasi apa yang harus digunakan dan siapa yang menjadi sasarannya. Hal ini sangat penting karena setiap media memiliki karakteristik yang berbeda. Misalnya, karakteristik media out door seperti baliho, spanduk dan poster memiliki kelebihan dalam mempengaruhi kognisi pemilih atau meningkatkan popularitas (tingkat popularitas) tapi lemah dalam mempengaruhi afeksi dan konasi (tingkat elektabilitas). Dan kesalahan menentukan media komunikasi juga bisa berakibat fatal. Kasus ini terjadi di sebuah kabupaten di propinsi Sulawesi Barat, dimana salah satu kandidatnya adalah anak seorang bupati yang sudah dua periode menjabat. Karena anak bupati, wajar bila sebagian besar masyarakat di kabupaten ini sudah mengenal kandidat ini. Persoalannya, walaupun tingkat popularitas (pengenalan) masyarakat terhadap kandidat ini tinggi, tingkat elektabilitas (keterpilihan) kandidat ini masih rendah. Padahal jauh-jauh hari menjelang pilkada, kandidat ini sudah membanjiri hampir setiap sudut jalan dengan poster dan spanduknya. Satu bulan menjelang Pilkada, survei dilakukan untuk melihat perkembangan tingkat elektabilitasnya. Hasil survei menunjukan bahwa sebagian besar masyarakat memang sudah mengenal namanya dengan baik tapi mereka tidak punya alasan mengapa harus memilihnya.

Pemetaan Iklim
Faktor iklim harus diperhatikan karena faktor ini juga akan menentukan menang dan kalahnya sebuah pertempuran. Kesalahan membaca iklim tentunya bisa berdampak fatal. Pasukan yang tidak dipersiapkan menghadapi pertempuran di musim salju, misalnya, tentu akan kocar-kacir bila harus bertempur juga menghadapi rasa dingin. Iklim adalah suatu kekuatan alam yang harus disiasati dan bila mungkin memanfaatkannya menjadi kekuatan kita sendiri, demikian kata Sun Tzu.

Dalam konteks pilkada, iklim tentunya bukan berarti kondisi cuaca di daerah tersebut. Iklim lebih diartikan sebagai isu, wacana, atau tren yang sedang berkembang di masyarakat. Isu politik yang sedang berkembang biasanya berbeda antara wilayah satu dengan wilayah lainnya. Misalnya, isu politik yang berkembang di wilayah kalimantan selatan adalah persoalan pertambangan dan kehutanan. Sementara isu yang berkembang di wilayah jakarta adalah persoalan kemacetan lalu lintas, banjir, parkir dan polusi udara. Seorang kandidat harus bisa membaca dengan cermat isu politik apa yang sedang berkembang di wilayahnya. Dengan pembacaan isu politik yang cermat, kandidat bisa menentukan tema kampanyenya secara tepat pula. Seorang kandidat bupati di wilayah Jawa Tengah bisa memenangkan Pilkada dengan sebuah tema kampanye sederhana, ”kambingisasi”. Kandidat bupati ini paham betul bahwa isu yang berkembang di masyarakat wilayah ini adalah persoalan lapangan pekerjaan atau pengangguran. Dalam setiap kampanyenya kandidat bupati ini selalu menjajikan akan membuka kesempatan kerja dan mengentaskan kemiskinan melalui program bantuan kambing bergiliri untuk dikembangbiakan oleh penduduk. Sebaliknya pembacaan isu politik yang salah bisa mengakibatkan kandidat seperti ”orang asing” yang tidak paham wilayah tersebut.

Namun bukan berarti pula bahwa faktor iklim atau cuaca dalam arti sesungguhnya seperti hujan, banjir, mendung dan panas terik tidak perlu dipertimbangkan. Faktor cuaca kemungkinan besar juga bisa mempengaruhi kemenangan seorang kandidat Pilkada. Bayangkan saja apa yang terjadi bila pas hari H pilkada, tiba-tiba hujan turun deras dan terjadi banjir di sebagian besar wilayah tersebut. Kasus menarik terjadi pada saat kami membantu seorang kandidat pada pilkada salah satu kota di Sumetera Utara. Kurang lebih satu bulan sebelum Pilkada kami melakukan survei. Berdasarkan hasil survei tersebut, klien kami yang didukung oleh gabungan beberapa partai (PDIP, Golkar dll), meraih suara yang cukup signifikan dan kemungkinan besar akan memenangkan Pilkada. Sementara lawannya, yang didukung oleh PKS yang mendominasi suara di DPRD, hanya memperoleh suara yang kecil. Dalam acara presentasi hasil survei, sebuah pertanyaan cerdas muncul dari kandidat tersebut.
Kandidat : ” Apakah ada faktor yang bisa merubah kemenangan yang sudah ada didepan mata kami ini menjadi sebuah mimpi buruk..?”
Kami     : ”Ada. Yaitu kejadian-kejadian yang luar biasa yang bisa merubah perilaku pemilih, misalnya anda ditangkap oleh KPK, atau hujan deras turun seharian saat hari H pilkada..”.
Kandidat : ”Kalau faktor ditangkap KPK kami bisa paham, tapi faktor hujan kok bisa mempengaruhi hasil pilkada nanti?”, (tanya kandidat tersebut heran)
Kami kemudian menjelaskan kepada kandidat tersebut bahwa sebagian besar dari pendukungnya adalah konstituen dari partai Golkar, PDIP, PAN dan partai-partai kecil lainnya. Dan perilaku politik dari konstituen partai-partai tersebut tidaklah terlalu militan sehingga bila ada sedikit halangan saja mereka enggan datang ke TPS . Oleh sebab itu, bila pada hari H pencoblosan terjadi hujan deras dari pagi hingga sore, hampir bisa dipastikan bahwa mereka memilih tinggal di dalam rumah dari pada harus pergi ke TPS. Sementara pendukung dari kandidat pesaing adalah kader-kader PKS yang militan. Artinya walaupun terjadi hujan deras dan angin kecang sekali pun, mereka akan tetap datang ke TPS untuk memberikan suara untuk kandidat yang didukungnya. Singkat cerita, kandidat ini akhirnya membuat skenario untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan yang terjadi. Salah satu yang menarik, tim suksesnya adalah orang-orang yang masih percaya dengan mistik dan menyewa pawang hujan untuk  mengusir hujan pergi jauh-jauh dari wilayah ini. Walaupun ahirnya tidak terjadi hujan, tapi tidak ada salahnya kita membawa payung. Kandidat ini pun akhirnya meraih kemenangan sesuai dengan yang diprekdisikan oleh hasil survei sebelumnya. 

Metode Pemetaan Politik
Pemetaan politik dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah sehingga hasilnya valid, tidak bias dan dapat dipertanggungjawabkan. Ada beberapa metode penelitian sosial yang biasa digunakan untuk melakukan pemetaan politik, yaitu;
1.      Analisis SWOT
2.      Diskusi Fokus Group (Focus Group Disscusion),
3.      Diskusi mendalam (Indepth Interview)
4.      Survei.
Analisis SWOT adalah sebuah metode analisis yang digunakan untuk menganalisis kekuatan (strengh), kelemahan (weakness), kesempatan (oppourtunity) dan tindakan (treatment) yang harus dilakukan untuk meraih tujuan. Melalui analisis ini kandidat bisa mendapat gambaran tentang apa saja yang menjadi kekuatan atau kelebihanya dibanding dengan pesaing lainnya. Analisis ini juga memberikan gambaran tentang kelemahan yang ia hadapi dibanding dengan pesaing lainnya. Dengan informasi tersebut kandidat bisa melihat apakah masih ada celah atau kesempatan untuk meraih kesuksesan. Dan sebesar sejauh mana peluang yang ada untuk meraih kemenangan. Analisis SWOT ini adalah model analisis yang sederhana dan relatif tidak memerlukan tenaga atau biaya yang besar. Analisis ini bisa dilakukan oleh kandidat dengan melibatkan beberapa orang yang ia percaya. Sebaiknya kandidat jangan melibatkan terlalu banyak orang, cukup maksimal 5 orang yang dianggap memiliki kapasitas. Analisis SWOT ini sebaiknya dilakukan di ruang meeting kantor atau tempat yang nyaman, tidak terlalu ramai dan tersedia alat tulis kantor.

Analisis SWOT ini adalah metode pemetaan yang sangat minimal yang harus dilakukan oleh kandidat. Kelemahan dari metode analisis ini adalah metode ini banyak menggunakan asumsi sebagai data. Misalnya, sering kandidat membuat kesimpulan analisis SWOT yang berupa telah memiliki dukungan yang besar dari tokoh-tokoh masyarakat. Pertanyaanya, dari mana kandidat tahu jika bukan asumsi bahwa tokoh-tokoh masyarakat telah mendukungnya. Tidak ada verifikasi atas data yang mengatakan telah didukung oleh tokoh-tokoh masyarakat. Oleh sebab itu, kebanyakan analisis SWOT yang dilakukan kandidat hasilnya bias dan cenderung hanya untuk menguatkan jalan pikirannya sendiri.

Diskusi fokus group (FGD) adalah suatu metode penelitian yang bisa digunakan untuk menggali berbagai informasi tentang peta politik secara lebih mendalam melalui orang-orang dari segmen tertentu, misalnya petani, guru, nelayan, pengusaha, pemuda, wartawan, perempuan dan lain sebagainya. Mereka diundang dalam suatu tempat yang representatif dan netral, misalnya di hotel.  FGD bisa dibuat dalam beberapa kelas atau sesi pertemuan. Dalam satu kelas idealnya diikuti oleh 5 hingga 15 peserta. FGD ini tidak bisa dilakukan oleh kandidat atau tim sukses tetapi oleh peneliti yang independen agar informasi yang diungkapkan oleh peserta FGD tidak bias. FGD ini dipandu oleh seorang peneliti untuk membahas isu-isu yang telah dirancang sebelumnya untuk digali. Salah satu yang sering dibahas dalam FGD antara lain tentang figur kandidat yang paling diharapkan oleh masyarakat, program-program pembangunan, masalah-masalah sosial dan harapan dari masyarakat. Hasil FGD ini kemudian dirangkum dan disimpulkan oleh peneliti. Hasil FGD ini bisa menggambarkan secara umum peta politik di suatu wilayah. Bila analisis SWOT bisa menggabarkan peta politik secara detail dari kaca mata kandidat namun lemah dari sisi masyakat, hasil FGD justru kebalikannya. FGD lebih bisa secara lebih jelas menggambarkan peta politik dari kaca mata masyarakat namun lemah pada sisi kandidat atau elit.  

Wawancara mendalam (indept interview) adalah suatu metode penelitian yang bisa digunakan untuk menggali informasi tentang peta politik melalui wawancara dengan orang-orang tertentu yang dianggap kompeten atau mengerti terhadap isu dan persoalan tertentu secara luas dan mendalam. Cara kerja wawancara mendalam ini mirip apa yang dilakukan oleh seorang wartawan. Dalam hal ini peneliti yang ditunjuk oleh kandidat melakukan wawancara dengan beberapa pihak yang dianggap menguasai tentang isu atau permasalahan tertentu. Misalnya wawancara dengan wartawan lokal mengenai media komunikasi yang efektif digunakan oleh masyarakat, wawancara dengan akademisi kampus tentang problem sosial dan solusinya, dan wawancara dengan tokoh partai politik untuk menggali peta politik elit lokal. Hasil wawancara ini kemudian dibuat deskripsi tentang berbagai isu dan solusi yang harapkan. Dengan membaca hasil wawancara mendalam kandidat bisa mendapat gambaran yang luas dan mendalam tentang berbagai isu dan persoalan di daerah tersebut. Hasil wawancara ini juga bisa menjadi bahan-bahan bagi kandidat untuk menyusun visi dan misi. Kekurangan wawancara mendalam adalah metode ini tidak bisa melakukan hal-hal yang sifatnya pengukuran, seperti mengukur tingkat dukungan, tingkat popularitas, tingkat persetujuan dan ketidaksetujuan. 

Survei Pemetaaan Politik : Metode Yang Paling Tepat
Survei sering disebut juga dengan polling atau jajak pendapat. Survei adalah metode penelitian yang dilakukan dengan cara mewawancarai sejumlah orang yang ditujukan untuk menggam barkan secara umum. Dibanding metode pemetaan yang lainya, metode survei adalah metode yang paling tepat. Melalui metode survei, kita bisa menghimpun semua informasi yang dibutuhkan untuk memenangkan Pilkada. Oleh sebab itu, disini kami akan menguraikan metode survei secara lebih lengkap. 
Di masyarakat survei yang berhubungan dengan Pilkada memiliki banyak istilah seperti Survei Popularitas, 

Survei Pra-pilkada dan Survei Pemetaan Politik. Disini kami lebih merasa pas dengan istilah survei pemetaan politik karena dipandang lebih mewakili dari maksud dan tujuan survei. Istilah Survei popularitas dipandang hanya berusaha mengungkap tentang popularitas calon-calan yang bakal maju dalam Pilkada. Sedangkan istilah Survei Pra-pilkada lebih berkonotasi pada survei yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana persiapan pilkada dilaksanakan. Sedangkan Survei Pemetan Politik lebih mendalam lagi. Survei Pemetaan Politik akan mengungkapkan berbagai hal yang sangat penting yang sangat dibutuhkan oleh kandidat dan tim suksesnya.
Output
Output dari survei pemetaan politik adalah sebuah rekomendasi tentang bagaimana cara MEMPERTAHANKAN dan atau MEMPERBESAR tingkat kemungkinan seorang kandidat menang dalam PILKADA.
Fungsi/ Kegunaan
Sejauh ini pihak-pihak yang banyak melakukan survei pemetaan ini adalah partai politik dan kandidat Pilkada. Kegunaan survei pemetaan politik ini sangat banyak baik untuk kandidat maupun untuk partai politik.
Bagi Kandidat:
1.      Posisi Tawar
Hasil survei ini dapat dijadikan alat bukti ilmiah yang kuat bagi kandidat untuk menyakinkan partai politik, penyandang dana dan organisasi politik lainya yang akan mendukungnya.
2.      Memilih Pasangan Yang Paling Tepat
Hasil survei ini dapat digunakan untuk menentukan siapa orang yang paling tepat secara taktis dan strategis untuk dijadikan pendamping. Dengan hasil survei ini, kandidat bisa menganalisa beberapa orang yang memiliki potensi yang besar dan cocok untuk dijadikan pasangan dalam Pilkada.
3.      Efisien Dana Kampanye
Dengan melihat hasil survei ini, kandidat dapat menentukan skala prioritas kampanye sehingga dana yanga ada tidak dihabiskan untuk hal-hal yang tidak produktif
4.      Efektivitas Kampanye
Hasil survei ini juga dapat digunakan untuk menentukan berbagai bentuk kampanye mana yang paling efektif menarik pemilih.
Bagi Partai Politik:
1.      Menentukan Calon
Melalui hasil survei ini, partai politik dapat dengan mudah menentukan siapa tokoh yang paling berpotensi untuk memenangkan pilkada
2.      Mengetahui Peta Politik Lokal
Hasil survei ini juga akan memberikan gambaran yg komprehensif tentang peta politik lokal.
Survei Mengungkap Apa Saja
1. Kekuatan dan Kelemahan Diri sendiri
a. Mengetahui seberapa besar tingkat popularita dan elektabilitas kandidat di kabupaten, kota atau propinsi.
b. Mengetahui kelompok/segmen masyarakat (agama, klas sosial, suku, umur, jenis kelamin, pendidikan, afiliasi politik, kecamatan, desa dll.) mana yang mendukung dan tidak mendukung terhadap masing-masing kandidat.
c. Mengetahui bagaimana kelebihan (citra positif) dan kekurangan (citra negatif) dari masing-masing kandidat.
2. Kekuatan dan Kelemahan Lawan
a. Mengetahui variabel apa saja yang menjadi “modal” bagi kandidat lawan.
b. Mengetahui basis dukungan dari kandidat lawan, dilihat dari aspek agama, suku, umur, jenis kelamin, pendidikan, afiliasi politik, kecamatan, desa, klas sosial dll
c. Mengetahui kelebihan (citra positif) dan kekurangan (citra negatif) dari kandidat lawan.
3. Perilaku Pemilih
a. Mengetahui alasan seseorang memilih calon, dililihat dari aspek wilayah, agama, suku, umur, klas sosial, afiliasi politik, pendidikan dll
b. Mengetahui tingkat loyalitas dan sentimen pemilih terhadap partai dan organisasi sosial lainya.
c. Menggali saran dan masukan dari masyarkat tentang berbagai hal termasuk memenangkan Pilkada.
4. Media Komunikasi Efektif
a. Mengetahui media komunikasi (sosial dan massa) yang paling banyak digunakan oleh masyarakat, misalnya spanduk, radio, selebaran dll
b. Mengukur tingkat intensitas media lokal
5. Isu-Isu Politik
a. Mengetahui tema kampanye yang diinginkan oleh masyarakat
b. Mengetahui masalah-masalah mendesak yang dibutuhkan masing-masing segmen sosial
c. Mengetahui berbagai usulan dari masyarakat tentang bagaimana seharusnya yang harus dilakukan oleh kandidat agar sukses dalam pilkada.
Metode Pengambilan Responden: Random Sampling
Metode pengambilan responden yang dilakukan adalah metode random sampling. Artinya tidak semua orang akan diwawancari tetapi survei ini hanya akan memilih sejumlah orang secara acak untuk diwawancarai. Seperti layaknya seorang dokter yang akan mengecek golongan darah seseorang, ia tidak perlu mengambil satu ember darah tetapi cukup satu tetes darah. Sampling juga sering dilakukan ibu-ibu ketika harus mencicipi rasa masakanya apakah masih kurang asin, kurang pedas dan sebagainya. Ibu-ibu tidak perlu memakan satu piring hanya untuk menguji rasa masakannya tetapi cukup dengan satu pucuk sendok. Pedagang beras di pasar juga cukup mengambil satu genggam beras untuk menentukan kualitas beras yang ada dalam satu karung.

Metode acak disini bukan berarti surveyor bisa memilih responden dengan suka-suka. Misalnya, surveyor memilih teman, tetangga atau keluarganya saja yang mudah untuk diwawancarai. Dalam metode acak ini ada berbagai kaidah dan teknik yang harus pahami dan dilakukan oleh surveyor. Metode acak yang sering digunakan dalam survei pemetaan politik ini adalah sampling acak berjenjang (multistage random sampling). Misalnya untuk survei di tingkat kabupaten, pertama surveyor harus mengacak beberapa kecamatan yang akan dipilih sebagai sampel. Setelah terpilih kecamatan, surveyor mengacak desa-desa yang akan dipilih sebagai sampel. Begitu seterusnya hingga mengacak rumah tangga yang akan dijadikan sampel. Untuk teknik mengacak, surveyor bisa menggunakan teknik sistematik random. Teknik ini digunakan, misalnya, untuk menentukan desa, RT atau rumah tangga yang terpilih sebagai sampel. Sedangkan untuk menentukan anggota rumah tangga yang terpilih sebagai responden bisa menggunakan metode Kishgrid.

Berapa jumlah sampel yang akan digunakan, hal ini ditergantung dari tingkat kesalahan (margin of error) diterapkan dalam survei. Tingkat kesalahan yang selama ini dianggap moderat adalah 1% hingga 5% poin. Semakin kecil MoE semakin besar pula responden yang dibutuhkan. Bila kita menggunakan margin of error +2.0% maka jumlah respondenya sebanyak 2.500 orang. Dalam prakteknya, untuk menentukan jumlah responden juga berhubungan dengan budget yang tersedia. Semakin banyak responden yang akan diwawancarai tentunya juga akan semakin besar dana yang dibutuhkan.

Dalam survei pemetaan politik Pilkada, yang dimaksud bisa menjadi responden adalah penduduk di wilayah tersebut yang memiliki hak pilih. Jadi populasi dari survei adalah pemilih. Hal ini perlu ditegaskan karena tidak semua penduduk adalah pemilih. Misalnya penduduk yang masih berusia 15 tahun adalah bukan pemilih. Dalam perundangan Indonesia, orang yang memiliki hak pilih adalah mereka yang sudah mencapai umur 17 tahun atau sudah menikah. Tidak peduli dia berprofesi sebagai ibu rumah tangga, pembantu rumah tangga atau pengangguran. Namun ada perkecualian untuk anggota militer dan polisi karena berdasarkan perundangan mereka tidak ikut memilih dalam politik.  

Contoh Hasi Survei
Berikut ini adalah contoh sebagian hasil Survei Pemetaan Politik yang telah dilakukan oleh Institut Survei Perilaku Politik (ISPP) di Kabupaten Tabalong, Kalimantan selatan.
- Survai dilakukan secara sampling acak berjenjang (multistages random sampling)
- Jumlah responden: 778 orang
- Margin of Error dari survai ini adalah +/- 3,5 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen
- Wawancara dilakukan secara tatap muka dengan menggunakan kuesioner
- Kontrol kualitas dilakukan dengan spot chek

Tabel 1 (maaf tidak bisa nampak)

Tabel 1 menunjukan bahwa berdasarkan hasil survei, tingkat elektabilitas pasangan Rahman Ramsy-Muchlis adalah yang paling tinggi. Dengan mengetahui Tingkat Elektabilitas ini tentunya, pasangan calon bisa mengukur dan menentukan target peningkatan suaranya dalam jangka waktu tertentu. 


Tabel 2 (maaf tidak bisa nampak)
 
Tabel 3 (maaf tidak bisa nampak)

Tabel 2 menunjukkan distribusi pendukung dari masing-masing calon. Dari tabel 2 ini jelas tergambar peta dukungan pasangan calon di masing-masing kecamatan yang ada di Kabupaten Tabalong. Dengan informasi yang penting ini, pasangan calon bisa menyusun langkah-langkah yang harus di tempuh di masing-masing kecamatan. Di kecamatan yang masih kecil pendukungnya, kandidat dapat melakukan berbagai pendekatan ke masyarakat. Sementara di kecamatan yang sudah besar dukunganya, kandidat harus menjaga agar suara tidak berpindah.
Tabel 3 diatas menunjukan hasil survei tentang bagaimana sikap masyarakat terhadap pemberian barang atau uang yang biasa dilakukan dalam Pilkada. Dari hasil survei menunjukan bahwa masyarkat paling menyukai pemberian yang sifatnya bantuan sosial.

Tabel 4 (maaf tidak bisa nampak)

Tabel 3 menunjukan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara hasil survei ISPP dibanding dengan hasil resmi KPUD Tabalong.