parpol

parpol

garansi

Menang Pemilu Tidak Harus Mahal...Kuncinya: Kenali diri, kenali lawan maka kemenangan sudah pasti di tangan,..Kenali medan pertempuran,kenali iklim maka kemenangan jadi sempurna...Garansi:Menang Bayar, kalah Tidak Usah Bayar....

Rabu, 30 Maret 2011

Konsultan Politik Sebagai Faktor Membengkaknya Biaya Pilkada??


Ketua Perkumpulan untuk Pemilu dan Daerah (Perludem) Didik Supriyanto secara tidak langsung menyalahkan konsultan politik sebagai salah satu faktor penyebab membengkaknya biaya pelaksanaan PILKADA. (http://nasional.kompas.com/read/2011/03/29/19475255/Pilkada.Langsung.Dinilai.Mahal). Oleh karenanya Didik mengusulkan agar undang-undang Pemilukada ditata ulang sehingga peran konsultan politik bisa dibatasi. “…Karena kalau tidak, semakin banyak diperlukan konsultan-konsultan politik yang harganya pun tidak murah. " pungkasnya.

Pernyataan Didik tersebut banyak mengandung kesalahan. Ada beberapa penyataaan Didik yang harus diluruskan. Pertama, Didik harus membedakan biaya Pimilukada yang dikeluarkan oleh KPUD dan biaya yang dikeluarkan oleh kandidat. Hal ini perlu diperjelas karena kedua hal tersebut berbeda. Selama ini yang selalu dipermasalahkan adalah biaya pelaksanaan Pemilukada yang dikeluarkan oleh KPUD (anggaran pemerintah). Oleh sebab itu, solusinya adalah penyederhanaan dan efisiensi pelaksanaan Pemilukada. Namun harus diingat bahwa demokrasi (pemilu) memang membutuhkan biaya yang cukup besar. Bila ingin biaya yang murah, kita bisa memilih system rekruitmen politik dengan model monarkhi atau kerajaan. 

Kedua, bila yang dimaksud adalah biaya yang dikeluarkan oleh kandidat. Satu hal yang perlu diluruskan adalah pemahaman tentang untuk apa, kapan, dimana dan berapa jumlah dana yang dikeluarkan oleh kandidat dalam Pemilukada. Banyak pengamat banyak yang salah memahami hal ini karena mereka hanya melihat pelaksanaan Pemilukada dari belakang meja. Mereka banyak menganggap bahwa biaya Pemilukada yang keluarkan oleh kandidat adalah untuk menyelenggaraka kampanye (khususnya arak-arakan). Padahal, dalam beberapa tahun ini, sudah jarang kandidat Pemilukada yang menggunakan metode kampanye monolog dengan cara araka-arakan keliling kota. Kampanye arak-arakan adalah kampanye model kampanye partai jaman orde baru dulu. 

Beberapa pos pengeluaran terbesar kandidat dalam pemilukada adalah 1) biaya “tiket” pencalonan dari partai politik, 2) biaya sosialisasi sebelum masa kampanye, 3) biaya pembentukan tim sukses, 4) biaya pembentukan tim saksi, 5) biaya masa kampanye.  Dari kelima pos pengeluaran tersebut, biaya masa kampanye adalah yang relative paling kecil. Oleh sebab itu, seandainya pun masa kampanye hanya dibatasi satu hari saja, biaya pengeluaran kandidat tidak akan berkurang secara signifikan. Artinya, bila kita ingin menekan biaya pilkada hanya dengan mengatur pengeluaran pada masa kampanye saja adalah kesalahan besar. 

Ketiga, soal bila undang-undang Pemilukada sudah ditata “rapih” maka konsultan politik sudah tidak diperlukan lagi. Ini adalah cara pandang yang salah besar. Didik tampaknya hanya memahami konsultan politik layaknya agen iklan atau event organizer. Konsultan politik adalah profesi layaknya profesi konsultan lainya. Konsultan politik adalah konsultan yang memberikan nasihat atau saran bagaimana meraih kesuksesan dalam pemilu secara efektif dan efisien. Apakah dengan adanya system hukum yang baik lantas konsultan hukum menjadi tak diperlukan lagi? Kenyataaanya justru sebaliknya, konsultan hukum malah semakin dibutuhkan. Di Amerikan dan banyak Negara lain yang memiliki system pemilu yang sudah mapan, peran konsultan politik tetap penting. 

Keempat, soal tarif konsultan politik yang mahal. Soal mahal dan murah adalah soal relative. Tapi yang jelas, bila dibandingkan antara biaya tarif konsultan politik dengan biaya secara keseluruhan Pemilukada, biaya tarif konsultan politik tidak terlalu signifikan. Didik memihat biaya tarif konsultan politik sangat mahal adalah karena hanya melihat dari bebarapa tarif konsultan politik. Padahal tidak semua konsultan politik mematok harga yang tinggi. Ibarat harga mobil, Didik hanya melihat harga mobil-mobil mewah. Lembaga saya bahkan memasang tarif yang relative murah. Kami hanya mendapat fee pemenangan saja. Artinya kami hanya akan dibayar bila kandidat menang Pemilukada. Bila kalah, kami tidak mendapat uang sepeserpun. Dengan begitu, apakah biaya konsultan politik masih bisa dikatakan mahal??